RESENSI
Pengertian :
Dalam bahasa Latin resensi atau recensie artinya "melihat kembali,
menimbang atau menilai". Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia resensi memiliki arti pertimbangan atau pembicaraan tentang buku;
ulasan buku. Tindakan meresensi memiliki arti memberikan penilaian, mengungkap
kembali isi buku, membahas atau mengkritik buku. Jadi, resensi ialah ulasan
atau penilaian atau pembicaraan mengenai buku, baik non fiksi maupun
fiksi/suatu karya sastra (cerpen, novel, drama/film, puisi).
Tujuan Resensi :
1. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif (mendalam) tentang
apa yang tampak dan terungkap dalam suatu karya.
2. Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah karya yang diresensi itu
merupakan suatu karya yang bermutu atau tidak.
3. Memberikan gambaran kepada masyarakat apakah buku itu layak untuk dibaca.
Unsur-Unsur Resensi :
Didalam sebuah resensi
karya sastra terdapat dua macam unsur, yaitu:
1. Unsur
Intrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra
yang berasal dari dalam.
2. Unsur
Ekstrinsik yaitu unsur yang membangun cerita karya sastra
yang berasal dari luar (kebalikan dari unsur intrinsik).
Unsur
Intrinsik
§ Tokoh
Tokoh ialah Individu yang mengalami
berbagai peristiwa didalam cerita. Jika dilihat dari peran tokoh dalam pengembangan
plot dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh pembantu, sedangkan jika
dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat pula dibedakan kedalam tokoh
protagonis dan tokoh antagonis.
1. Tokoh Protagonis ialah tokoh yang memiliki watak tertentu dalam segi
kebenaran (baik hati, jujur, setia, dll)
2. Tokoh Antagonis ialah tokoh yang memiliki watak bertentangan dengan tokoh
protagonis.
3. Tokoh Tritagonis ialah tokoh yang selalu menjadi penengah, dan sering
dimunculkan sebagai tokoh/orang ketiga.
4. Tokoh Pembantu/peran pembantu/figuran ialah tokoh yang membantu cerita
tokoh utama, posisinya bisa sebagai seorang pahlawan ataupun sebagai penentang
tokoh utama.
§ Penokohan/Perwatakan
Yang dimaksud dengan penokohan ialah
penggambaran tentang watak tokoh dalam suatu cerita karya sastra. Ada 3 cara
yang dapata dilakukan untuk menggambarkan watak tokoh dalam cerita karya
sastra, yaitu:
1. Campuran ialah penggambaran watak tokoh melalui penggabungan cara analitik dan
dramatik dengan tujuan untuk saling melengkapi.
2. Analitik cara ini dilakukan pengarang untuk menggambarkan watak tokoh secara
langsung. Contok: Siapa yang tidak mengenal Didi yang pintar dan
selalu ceria. Meskipun secara fisik terlihat pendek namun sosoknya yang ramah
dan baik hati kepada teman-temannya membuat dirinya menjadi panutan.
3. Dramatik ialah cara pengarang untuk menggambarkan tokoh utama secara tersurat,
dengan kata lain tidak langsung. Penokohan cara ini bisa melalui penggambaran
tempat tinggal, percakapan/dialog antar tokoh, fisik, tingkah laku, komentar
tokoh lain terhadap tokoh tertentu dan jalan pikiran tokoh.
Dibawah ini contoh paragraf yang
menggambarkan tokoh dengan cara dramatik:
Penggambaran Tokoh Melalui Jalan Pikiran
Tokoh.
Contoh :
Tatkala aku masuk sekolah MULO, demikian
fasih lidahku dalam Bahasa Belanda sehingga orang yang hanya mendengarkanku
berbicara dan tidak melihat aku, mengira bahwa aku anak Belanda. Aku pun
bertambah lama bertambah percaya pula bahwa aku anak Belanda, sungguh hari-hari
ini makin ditebalkan pula oleh tingkah laku orang tuaku yang berupaya sepenuh
daya menyesuaikan diri dengan langgam lenggok orang Belanda.
Penggambaran Tokoh Melalui Tingkah
Laku/Perilaku Tokoh.
Contoh :
Di siang yang terik itu dia berjalan
sendiri. Dengan gontai ia gendong tas itu. Sesekali terlihat bahwa ia menegur
dan bahkan bertanya kepada orang yang dilaluinya. Setiap selesai ia bertanya,
ia selalu menganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih.
Penggambaran Tokoh Melalui Dialog Antar
Tokoh.
Contoh :
“Kupukul kau kalau tidak mau mengaku. Dengan
cara apa lagi aku mendapatkan pengakuanmu.” …………….
§ Tema
Tema ialah suatu unsur dalam karya
sastra yang menjadi pokok masalah/pokok pikiran dari pengarang melalui karyanya
(jalan cerita).
§ Plot /
Alur
Plot atau alur ialah jalan cerita atau
rangkaian peristiwa dari awal sampai akhir. Rangkaian peristiwa ini disusun
berdasarkan hukum kausalitas (hubungan yang menunjukkan sebab-akibat).
Berdasarkan hubungan tersebut setiap cerita memiliki plot/alur cerita sebagai
berikut :
1. Tahapan perkenalan ialah tahap dimana permulaan suatu cerita dimulai dengan
suatu kejadian, tetapi belum ada ketegangan. Di tahap ini berisi pengenalan
tokoh, reaksi antar pelaku, penggambaran fisik dan penggambaran tempat).
2. Menuju ketahap pertikaian ialah tahap dimana terjadinya pertentangan antar
pelaku (awal mula pertentangan selanjutnya). Konflik dapat dibagi menjadi 2,
yaitu: a). Konflik Internal ialah konflik yang terjadi dalam diri sang tokoh.
b). Konflik Eksternal ialah konflik yang terjadi dari luar diri tokoh (konflik
tokoh dengan tokoh, tokoh dengan lingkungan, tokoh dengan tuhan, dll).
3. Komplikasi/tahap penanjakan konflik, ketegangan dirasakan mulai semakin
berkembang dan rumit terjadi pada tahap ini (nasib pelaku semakin sulit
diduga).
4. Klimaks merupakan ketegangan yang semakin memuncak (perubahan nasib pelaku
sudah mulai dapat diduga, kadang pula tidak terbukti pada akhir cerita).
5. Penyelesaian, tahap akhir cerita pada bagian ini terdapat penjelasan
mengenai nasib-nasib yang dialami para tokoh dalam cerita setelah mengalami
konflik dalam cerita. Beberapa cerita terkadang menyerahkan penyelasaian kepada
pembaca, sehingga akhir cerita seperti ini tak ada penyelesaian atau
menggantung.
Plot dapat dibedakan menjadi dua macam
jika dilihat dari segi keeratan hubungan antar peristiwa, yaitu:
1. Plot Erat yaitu sebuah cerita yang memiliki plot erat jika hubungan antar
peristiwa terjalin dengan rapat, sehingga tak ada satu peristiwa pun yang dapat
dihilangkan.
2. Plot Longgar yaitu jika hubungan antar peristiwa terjalin kurang erat dan
jika ada salah satu jalan cerita yang dihilangkan maka penghilangan jalan
cerita tersebut tidak akan mengganggu jalan cerita.
Berdasarkan jalan cerita plot dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Plot Ledakan yaitu plot yang akhir ceritanya mengejutkan dan tak terduga-duga.
2. Plot Lembut yaitu plot yang akhir ceritanya berakhir tanpa adanya kejutan.
3. Plot Campuran yaitu plot yang akhir cerita menggabungkan kedua plot
sebelumnya (ledakan & lembbut).
Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Plot Maju, yaitu rangkaian peristiwa yang diceritakan mulai dari awal
hingga akhir cerita.
2. Plot Mundur/sorot balik/flash back, yaitu peristiwa-perisiwa yang menjadi
bagian penutup diutarakan terlebih dahulu, baru menceritakan
peristiwa-peristiwa pokok sebagai kenangan/masa lalau sang tokoh.
3. Plot Campuran, yaitu peristiwa-peristiwa pokok diceritakan diawal lalu
dilanjutkan dengan menceritakan peristiwa-peristiwa lama/ masa lalu tokoh
sebagai sebuah kenangan, dan diakhiri dengan peristiwa-peristiwa pokok(masa
kini).
Plot yang dilihat dari segi sifatnya
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Plot Terbuka, yaitu akhir cerita yang dapat merangsang pembaca untuk
mengembangkan jalan cerita.
2. Plot Tertutup, yaitu akhir cerita yang tidak dapat merangsang pembaca untuk
mengembangkan jalan cerita.
3. Plot Campuran, yaitu penggabungan antara plot terbuka dan plot tertutup.
§ Gaya
Bahasa
Gaya bahasa ialah cara pengarang dalam
mengungkapkan ide/gagasan melalui cerita.
§ Sudut
Pandang/Point Of View
Sudut pandang ialah posisi pengarang
dalam sebuah cerita atau karya sastra. Posisi pengarang ini terbagi menjadi 2,
yaitu:
1. Pengarang berperan langsung sebagai tokoh utama.
2. Pengarang hanya sebagai orang ketiga yang posisinya sebagai pengamat.
§ Amanat
Amanat ialah pesan/kesan yang ingin
disampaikan oleh pengarang melalui jalan cerita. Pesan dalam karya sastra bisa
berupa, kritik, saran, harapan, usul, dll.
§ Latar/Setting
Latar ialah tempat dimana terjadinya
kejadian/peristiwa dan waktu terjadinya sebuah peristiwa, latar juga menjelaskan
segala keterangan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dakam plot
cerita. Latar terbagi lagi menjadi beberapa unsur seperti dibawah ini:
1. Latar Tempat ialah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa
dalam novel.
Contoh: Kota, Pedesaan, dll.
2. Latar Waktu ialah latar yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa. Contoh: masa kini, masa lalu, dll.
3. Latar Sosial ialah latar yang mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat. Contoh: Kesederhanaan, keramahan, dll.
Di dalam karya sastra, latar berfungsi
sebagai:
1. Atmosfer atau Suasana merupakan latar yang lebih mudah dibicarakan daripada
didefinisikan. Latar ini semacam aura rasa dan emosi yang ditimbulkan penulis
melalui tulisannya, agar membantu terciptanya ekspektasi pembaca.
2. Latar Tempat sebagai Elemen Dominan, latar tempat memiliki peran penting
dalam karya sastra. Latar tempat menjadi unsur netral atau spiritual dalam
sebuah tempat tertentu. Termasuk dalam fiksi jenis ini: Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata yang berbicara tentang Belitong pada zaman Orde Baru.
3. Latar Waktu sebagai Elemen Dominan, dalam karya sastra ada yang menggunakan
elemen waktu sebagai unsur yang dominan. Fungsi latar ini terjadi terutama pada
karya sastra yang berlatar sejarah. Tidak hanya waktu yang menjadi unsur utama
yang terlibat. Ada unsur-unsur nilai dalam waktu, misalnya unsur nilai dalam
masa kemerdekaan, masa Orde Baru, dsb.
4. Metafora, artinya jika latar spiritual ialah unsur latar yang secara
spiritual memberi efek nilai pada karya sastra, maka fungsi latar ini adalah
fungsi eksternal yang tidak secara langsung (eksplisit) berpengaruh pada
cerita. Sebagai metafora, latar menghadirkan suasana yang secara tidak langsung
menggambarkan nasib tokoh.
Contoh:
Pohon-pohon kelapa itu tumbuh di tanah
lereng di antara pepohonan lain yang rapat dan rimbun. Kemiringan lereng
membuat pemandangan seberang lembah itu seperti lukisan alam gaya klasik Bali
yang terpapar di dinding langit. Selain pohon kelapa yang memberi kesan lembut,
batang sengon yang lurus dan langsing menjadi garis-garis tegak berwarna putih
dan kuat. Ada beberapa pohon aren dengan daun mudanya yang mulai mekar; kuning
dan segar. Ada pucuk pohon jengkol yang berwarna coklat kemerahan, ada bunga
bungur yang ungu berdekatan dengan pohon dadap dengan kembangnya yang
benar-benar merah. Dan batang-batang jambe rowe, sejenis pinang dengan buahnya
yang bulat dan lebih besar, memberi kesan purba pada lukisan yang terpajang di
sana. Dalam sapuan hujan panorama di seberang lembah itu terlihat agak samar.
Namun cuaca pada musim pancaroba sering kali mendadak berubah. Lihatlah,
sementara hujan tetap turun dan angin makin kencang bertiup tiba-tiba awan
tersibak dan sinar matahari langsung menerpa dari barat. Pohon-pohon kelapa
digambarkan dengan indah dalam sebuah ekosistem yang padu. Namun kemudian
digambarkan dalam suasana yang mengerikan dengan keadaan yang tidak menentu.
Sekilas latar ini hanya latar netral yang tidak melambangkan apa-apa. Kemudian
diketahui bahwa tokoh utama Lasi yang hidupnya bahagia dalam kesederhanaan
mulai masuk dalam ketidakpastian setelah kecelakaan yang menimpa Darsa.
Unsur
Ekstrinsik
§ Latar belakang kehidupan pengarang.
§ Pandangan hidup pengarang.
§ Situasi sosial, Budaya yang melatarbelakangi lahirnya karya sastra
tersebut.
Hal yang Terdapat dalam resensi :
1. Judul
Resensi
2. Data/Identitas
Karya Sastra
3. Isi
Resensi
4. Kekurangan
& Kelebihan
5. Penutup
Terdapat perbedaan
saat pemuatan data/identitas karya sastra yang diresensi, seperti pada resensi
buku data yang tercantum ialah seperti berikut ini: judul buku, penulis & penerjemah (jika
buku itu berupa terjemahan dari bahasa asing), nama penerbit, cetakan, tahun terbit, tebal buku & jumlah halaman.
Pada drama/film maka data untuk resensinya adalah berupa: judul drama/film, penulis, sutradara, genre,pemain, penyunting & penerjemah, tahun terbit, penerbit.
Contoh resensi :
Resensi
Buku Fiksi Indonesia
§ Identitas
Buku
Judul : ATHEIS
Pengarang : Achdiat K. Mihardja
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun terbit : cetakan pertama
1949
Tebal halaman : 232 halaman
Ukuran buku : 13,5 x 20 cm
ISBN : BP - 0080
Harga : Rp 45.000,00
§ Tema
Cerita tentang kegoncangan jiwa seorang
pemuda yang sebelumnya sangat taat beragama, namun karena keluguannya, ia
terpengaruh pemikiran kaum materialistis atau falsafah kebendaan sehingga ia
kehilangan keyakinan akan ketuhanan dan ia mulai rneninggalkan norma-norma
agama.
§ Pembukaan
Atheis adalah buku novel karya Achdiat
Karta Mihardja tahun 1949 yang menceritakan tentang perjalanan hidup seseorang,
dimana dari kecil dididik menjadi anak yang saleh. Tetapi ketika ia menginjak
usia pertengahannya, karena jauh dari orang tuanya, dia mengalami kemerosotan.
Akibatnya dia menjadi seperti orang atheis yang lupa segalagalanya. Semua itu
berawal dari pertemuannya dengan seorang gadis yang kemudian menjadikan hatinya
yang keras dan saleh itu, menjadi berhati lemah dan lupa segala-galanya.
Achdiat Karta Mihardja (lahir di Cibatu, Garut, Jawa Barat, 6 Maret 1911).
Berpendidikan AMS-A Solo dan Fakultas Sastra dan Filsafat UI. beliau pernah
bekerja sebagai guru Taman Siswa, redaktur Balai Pustaka, Kepala Jawatan
Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya, dosen Fakultas Sastra UI (1956-1961), dan
sejak 1961 hingga pensiun dosen kesusastraan Indonesia pada Australian National
University, Canberra, Australia. Achdiat juga pernah menjadi redaktur harian
Bintang Timur dan majalah Gelombang Zaman (Garut), Spektra, Pujangga Baru,
Konfrontasi, dan Indonesia. Di samping itu, beliau pernah menjadi Ketua PEN Club
Indonesia, Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia, anggota BMKN, angggota
Partai Sosialis Indonesia, dan wakil Indonesia dalam Kongres PEN Club
Internasional di Lausanne, Swiss (1951). Kumpulan cerpennya, Keretakan dan
Ketegangan (1956) mendapat Hadiah Sastra BMKN tahun 1957 dan novelnya, Atheis
(1949) memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969 (R.J. Maguire
menerjemahkan novel ini ke bahasa Inggris tahun 1972) dan Sjuman Djaya
mengangkatnya pula ke layar perak tahun 1974) dengan judul yang sama.
§ Isi
Hasan adalah seorang pemeluk Islam yang
taat beribadah, begitu juga dengan orang tuanya adalah pemeluk Islam yang
fanatic. Oleh orang tuanya Hasan disekolahkan di MULO. Di sekolah itu dia
bertemu dengan seorang gadis cantik yang bernama Rukmini. Hubungan keduanya
semakin akrab hingga akhirnya mereka saling jatuh cinta. Rupanya kisah cinta
mereka tidak bisa berlangsung lama, oleh orang tuanya, Rukmini disuruh kembali
ke Jakarta karena akan dipinang oleh seorang saudagar kaya. Karena Rukmini
adalah anak yang berbakti pada orang tuanya, sudah sepantasnya membahagiakan
keduanya, ia lalu menuruti nasihat orang tuanya dengan menerima pinangan
saudagar kaya tersebut meski pernikahan itu tidak disertai rasa cinta.
Kejadian itu membuat hati Hasan hancur.
Ia menjadi frustasi, untuk menghilangkan bayangan Rukmini dari hidupnya, ia
mengikuti aliran tarekat seperti yang telah lama dianut orang tuanya. Walaupun
dalam masa sulit, Hasan tdak meninggalkan ajaran agama, bahkan ia semakin taat
beribadah, tetapi kehidupanya berubah ketika dia bertemu teman lamanya, yaitu
Rusli. Rusli datang bersama seorang wanita cantik bernama Kartini. Ia adalah
perempuan modern dan pergaulanya bebas. Ia juga seorang janda. Ternyata sejak
perjumpaan itu, Hasan menaruh hati pada Kartini, alasanya Kartini memiliki
karakter yang hampir sama dengan Rukmini. Semenjak Hasan mencintai Kartini, dia
pun juga bergaul dengan teman-teman Kartini. Karena memiliki dasar agama yang
kuat. Hasan mencoba untuk menyadarkan Kartini dan Rusli dengan memberikan
ceramah-ceramahnya, tetapi karena Rusli juga pandai bicara.
Kemudian dialah yang berbalik menasihati
Rusli. Tanpa disadari, pemikiran-pemikiran Rusli ternyata melekat di kepala
Hasan. Mulanya, Hasan tidak terpengaruh. Namun keyakinanya mulai goyah ketika
dia dikenalkan dengan seorang yang tidak percaya Tuhan, yaitu Anwar.
Pengetahuan Anwar tentang ketuhanan begitu luas. Sejak saat itulah pemahaman
Hasan tentang agama mulai berubah. Ia mulai meragukan keberadaan Tuhan. Hasan
semakin tersesat dari agama, pergaulanya semakin bebas. Ia kemudian menikahi
Kartini, tetapi pernikahan itu tidak diakui secara Islam karena tidak sesuai
dengan syariatnya. Pernikahan mereka didasarkan atas rasa suka sama suka.
Pernikahan mereka ternyata tidak bahagia, kehidupan rumah tangga mereka
berantakan. Pergaulan Kartini semakin bebas. Lama-kelamaan Hasan cemburu karena
hubungan Kartini dengan Anwar semakin dekat. Hasan menganggap Kartini telah
selingkuh, tetapi kejadian itu telah menyadarkan kembali Hasan tentang agama.
Ia menyesal dan merasa berdosa atas apa yang telah diperbuat. Pergaulan
bebasnya dengan teman-teman yang tidak percaya Tuhan membuatnya tersesat dan
ragu dengan keberadaan Tuhan.
Hasan memutuskan bercerai dengan Kartini
dan ia pun pulang ke kampung halamana. Ia ingin meminta maaf pada ayahnya.
Sesampainya di kampung, ia menjumpai ayahnya sedang sakit keras. Ternyata
ayahnya tidak mau memaafkan Hasan, bahkan sampai maut menjemputnya, ayah Hasan
tetap berada pada pendirianya. Hasan merasa bahwa semua itu terjadi karena
perbuatan Anwar. Ia dendam pada Anwar dan berniat ingin membunuhnya. Suatu
malam, ia berencana ingin membunuh Anwar, kemudian ia mencari Anwar. Karena
pada waktu itu situasi sedang tidak aman, maka diberlakukan jam malam. Namun,
naas menimpa Hasan, belum sempat ia membunuh Anwar, ia malah tertembak peluru
di punggungnya, tetapi sebelum meninggal, ia masih sempat mengingat Allah
dengan berkalikali menyebut asma-Nya.
§ Tokoh
& Penokohan
1. Hasan, seorang pemuda desa,yang awalnya sangat taat beragama. Namun, karena
pengaruh pergaulan dengan orang-orang aliran materialisme, atau aliran
kebendaan, dia mengalami goncangan jiwa. Keyakinannya terhadap Tuhan menjadi
lemah.
2. Rusli, salah seorang teman akrab Hasan. Dia beraliran materialisme sejati.
Dialah yang sangat berperan dalam mempengaruhi pikiran-pikiran Hasan dalam hal
filsafah kebendaan dan mempertanyakan keberadaan Tuhan.
3. Orang tua Hasan , orang tua yang taat beragama. Mereka adalah pengikut
suatu aliran tarekat tertentu.
4. Rukmini , seorang gadis baik-baik yang sangat dicintai Hasan. Dia kemudian
menikah dengan seorang saudagar dari Jakarta.
5. Kartini , seorang perempuan khas kota besar yang modern, bergaul bebas. Dia
kemudian menjadi kekasih Hasan.
6. Anwar , seorang penganut aliran materialisme sejati. Dia sangat anarkis
atau tidak percaya dengan keberadaan Tuhan. Dialah yang berhasil mempengaruhi
pikiran Hasan.
§ Setting/Latar
Latar di pedesaan sangat mendukung
karakter tokoh utamanya karena pada umumnya lingkungan di daerah pedesaan
sangat penuh dengan nilai-nilai ajaran agama dan adatistiadatnya masih kental
dengan nilai-nilai agama serta kepolosan orang desa yang mudah terpengaruh dan
dibujuk terhadap sesuatu hal yang baru dicerminkan dengan sangat bagus oleh
penulis pada tokoh Hasan.
§ Nilai-nilai
Dalam Novel Atheis
1. Nilai moral yang dapat kita ambil dari novel ini seperti yang diperlihatkan
dalam tokoh Hasan. Dia adalah seorang anak yang sejak kecil telah belajar agama
dan bersasal dari orang tua yang taat beribadah pula, tetapi setelah Rukmini
meninggalkanya dia menjadi orang yang mengasingkan diri hingga pada akhirnya
dia menemukan seseorang yang mempunyai karakter sama dengan Rukmini, yaitu
Kartini. Mereka lalu menikah, tetapi dalam kehidupan rumah tangganya tidak
pernah bahagia karena Kartini adalah orang yang bebas dan mempunyai pergaulan
bebas. Sementara Hasan sudah terlanjur mengingkari ajaran agama dan tidak
mengakui keberadaan Tuhan, tetapi dalam kejadian itu dia mulai sadar bahwa apa
yang dilakukanya selama ini salah sehingga dia memutuskan untuk bercerai dengan
Kartini dan pulang ke kampungnya untuk bertobat dan meminta maaf kepada ayahnya
Kejadian tersebut mengajarkan pada kita bahwa kita harus pandai bergaul dengan
orang lain dan jangan sampai kita salah pergaulan hingga pada akhirnya kita malah
tersesat bahkan sampai mengingkari ajaran agama serta kita harus senantiasa
berpegang teguh pada agama dan selalu meyakini dengan keberadaan Tuhan Semesta
Alam. Nilai moral yang kedua adalah hendaknya kita mau memafkan kesalahan orang
lain yang sudah bertobat. Jangan seperti tokoh ayah Hasan yang tidak mau
memafkan kesalahan anaknya bahkan sampai ajal menjemputnya Manusia adalah
tempat salah dan lupa. Setiap manusia pasti mempunyai kesalahan, tetapi suatu
saat juga akan kembali ke jalan yang benar. Jika Tuhan saja maha pengampun,
pengasih, dan penyayang, mengapa manusia tidak bisa, apalagi demi memaafkan
anaknya sendiri.
2. Novel ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan sastra Indonesia, karena
kedudukanya dalam sastra Indonesia sangat penting, maka studi tentang
penelitian novel ini masih sering dilakukan oleh para sarjana maupun peneliti,
baik dalam bentuk buku, skripsi, artikel, dan bentuk karya yang lain.
§
Kelebihan & Kekurangan
Kelebihan :
- Bahasa yang digunakan dalam novel ini mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca.
- Novel ini menggunakan tiga sudut pandang sekaligus yang jarang dilakukan oleh penulis lainnya.
- Keseluruhan unsur tersebut sangat mendukung tema dan alur penceritaan tentang kepercayaan dan kesadaran diri tentang agama
Kekurangan :
- Terlalu mahal untuk Novel seukuran seperti itu.
- Bukunya sudah tidak terbit lagi, dan sekarang bukunya pun sangatlah tua jika itu ada.
§ Penutup
Novel Atheis Karya Achdiat Karta
Mihardja, bila dilihat dari segi manfaatnya isi novel memang sangatlah bagus. Cerita
- cerita yang religius dan mendidik akan menambah kekhasan dari buku ini. Namun
Novel ini mungkin sudah tidak ada keberadaannya, sulit mencari karena sudah
sangat lama.
Resensi
Film Soegija: Antara Sejarah dan Kemanusiaan
§ Data/Identitas
Film
Judul : Soegija
Jenis Film :
Drama, Biografi
Produser : Murti
Hadi Wijayanto, Djaduk Ferianto, Tri Giovanni
Sutradara : Garin
Nugroho
Penulis Naskah :
Armantono & Garin Nugroho
Durasi Film : 116
menit
Perusahaan Film :
Studio Audio Visual Puskat
Diputar : Mulai 7
Juni 2012 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia
§ Pemeran
Film Soegija
Nirwan Dewanto
Anissa Hky
Wouter Braaf
Wouter Zweers
Butet Kartaredjasa
Olga Lydia
Henky Solaiman
Rukman Rosadi
Nobuyuki Suzuki
Margono
Eko Balung
Andrea Reva
Andreano Fidelis
§ Pendahuluan
"Saya ingin Indonesia menjadi
keluarga besar di mana anak-anak masa depan tidak lagi mendengar nyanyian
berbau kekerasan, tidak menuliskan kata-kata bermandi darah. Jangan lagi ada
curiga, kebencian dan permusuhan”(Mgr. Soegijapranata).
Sutradara Garin Nugroho kembali datang
ke layar lebar dengan film terbarunya, Soegija. Film yang bercerita tentang
uskup pribumi pertama di Indonesia yang juga pahlawan nasional, Mgr. Albertus
Soegijapranata. Untuk menggarapnya, Garin membutuhkan 2.275 pemain untuk bermain
dalam film berjudul Soegija. Bukan hanya
jumlah pemainnya saja yang berlimpah. Garin juga banyak menggunakan pelakon
baru, yang tidak memiliki latar belakang sinematografi. Hanya
Olga Lydia dan Butet Kertarajasa saja pemain yang memiliki modal akting.
Soegija bercerita tentang uskup pribumi
pertama di Indonesia yang juga pahlawan nasional, Mgr. Albertus Soegijapranata.
Film itu menceritakan peran Soegija ketika Perang Pasifik 1940-1949, yang tidak
hanya penting bagi umat Katolik, melainkan untuk Indonesia. Sebab Soegija kerap
menulis artikel untuk media luar negeri demi melawan penjajah. Silent
diplomacy, nama perjuangan itu. Soegija juga memindahkan Keuskupan Semarang ke
Yogyakarta sebagai bentuk solidaritas atas kepindahan ibu kota Indonesia dari
Jakarta ke Yogyakarta. Garin sengaja menghidupkan setiap tokoh dalam film
tersebut. Setiap tokoh digambarkan dengan konflik hidup masing-masing yang
menuntun mereka pada suatu transformasi sejati.
§ Isi
“Film yang melukiskan kisah-kisah
kemanusiaan di masa perang kemerdekaaan bangsa Indonesia pada tahun 1940-1949.
Adalah Soegija (diperankan Nirwan Dewanto) yang diangkat menjadi uskup pribumi
dalam Gereja Katolik Indonesia. Baginya kemanusiaan itu adalah satu, kendati
berbeda bangsa, asal-usul dan ragamnya. Dan perang adalah kisah terpecahnya
keluarga besar.
Film ini dimulai dengan goresan pena
seorang Romo (Nirwan Dewanto) di atas kertas, yang sekaligus menjadi curahan
hatinya. Ia sedang di tengah perang kala itu, ketika para penduduk pribumi
harus berlutut dan menunduk di bawah makian serta todongan senjata Belanda. Di
masa serba tertekan itu, sang Romo mendapat kehormatan menjadi pribumi pertama
yang dilantik sebagai Uskup Danaba. Ia pun lebih dikenal dengan sebutan Mgr.
Alb. Soegijapranata SJ, dan hijrah dari gerejanya di Yogyakarta ke Semarang.
Dengan ‘jabatan’ itu, Romo lebih dihormati. Yang datang ke gereja mendengarkan
ceramahnya bukan hanya penduduk lokal, tetapi juga orang-orang Belanda. Meski
begitu, kesehariannya yang bersahaja dan merakyat, tak berubah.
Tahun demi tahun berganti, penjajah
datang dan pergi. Jepang masuk Indonesia tahun 1942, Belanda takluk dan harus
rela dilucuti senjatanya. Mereka ingin menduduki gereja sebagai markas, namun
dengan tegas Soegija menolak.
“Penggal dulu kepala saya,” ujarnya singkat.
Ia memang tidak terjun langsung untuk
berperang, namun di setiap masa andilnya selalu tampak. Saat penduduk butuh
tempat bernaung karena kondisi jalanan chaos, Soegija membuka lebar-lebar pintu
gereja untuk menampung mereka. Ia memerintahkan Saat Hiroshima – Nagasaki
di-bom dan masyarakat menuntut kemerdekaan yang belum juga diakui oleh sekutu
yang kembali datang ke Indonesia, Soegija berdiplomasi dengan Vatikan sehingga
negara itu menjadi negara Barat pertama yang mengakui kedaulatan Indonesia.
Soegija memang terkenal dengan silent
diplomacy-nya. Tanpa harus menggunakan kekerasan dan senjata, iman dan semangat
kemanusiaannya dapat menjadi panutan yang tak lekang waktu. Menurutnya,
menggalang cinta kasih dan keadilan belum cukup, juga perlu bertempur dengan
lembut untuk kemerdekaan. Berkat kegigihannya itu, Seogija menjadi uskup
pribumi pertama yang mendapat gelar pahlawan nasional dari Soekarno. Film
garapan sutradara Garin Nugroho yang dibuat melalui riset panjang ini bukan
film misionaris agama Katolik seperti yang banyak diperdebatkan. Tokohnya juga
tidak selalu Soegija. Film ini menampilkan sisi humanis yang masih ada dalam
sebuah perang.
Mariyem (Annisa Hertami) yang terpisah
dari kakaknya Maryono (Abe) akibat perang, kembali dipertemukan dalam kondisi
berbeda. Ling Ling (Andrea Reva) seorang bocah Tionghoa juga terpisah dari
mamanya (Olga Lydia), kembali bertemu dalam sebuah momen di gereja. Tokoh
menggelitik pun ditampilkan, seorang bocah yang hanya bisa mengeja kata
‘merdeka’ tapi punya semangat juang dan selalu menjadi garda terdepan pasukan
pemuda.
Rasa kemanusiaan juga dimiliki para
penjajah. Nobuzuki (Suzuki), pemimpin tentara Jepang, tak pernah tega pada
anak-anak karena ingat anaknya di rumah. Robert (Wouter Zweers), tentara
Belanda yang sangat bernafsu menjadi mesin perang paling hebat, perasaannya
luluh saat menemukan bayi di medan perang. Hendrick (Wouter Braaf), jurnalis
asal Belanda, pun selalu memotret ekspresi-ekspresi manusiawi dan nasionalisme
Indonesia. Ia menemukan cintanya, namun tak mampu bersatu karena perang.
Selain menampilkan kemanusiaan yang
beragam, film ini juga banyak menampilkan otokritik untuk bangsa. Baik berupa
visual, maupun kata-kata satir dari goresan pena dan ucapan Soegija sendiri.
Kata-kata seperti “Apakah yang harus dilakukan seorang pemimpin di tengah
krisis dan perubahan zaman?” serta “Apa artinya terlahir sebagai bangsa yang
merdeka, jika gagal untuk mendidik diri sendiri,” patut dicermati lebih dalam
makna dibaliknya.
“Perjuangan sudah
selesai, sekarang tinggal bagaimana menata negara dan melayani masyarakat.
Kalau mau jadi politikus, harus punya mental politik. Kalau tidak, yang ada
dalam pikirannya hanya kekuasaan dan akan menjadi benalu negara,” pesan Soegija
di akhir film itu, seakan menjadi perenungan bagi para pemimpin sekaligus
rakyat Indonesia di masa sekarang".
§ Kekurangan
& kelebihan
Kekurangan
1. Sosok Soegija pada cerita tidak
terlalu jelas, karena sosoknya hanya terjadi dibeberapa adegan sehingga membuat
karakter Soegija tidak merekat kuat.
2. Begitu banyak pemain dalam film ini membuat film ini tidak memperlihatkan
satu pemain pun yang mendominasi penceritaan.
3. Pada pemutaran film Soegija tokoh
Soegija tidak diperankan secara gamblang. Penggambaran Soegija hanya berupa
potongan-potongan adegan, foto, bahkan puisi Soegija yang dia tulis pada masa
itu yang terinspirasi dari Soegija.
Kelebihan
1. Film yang lebih mengangkat aspek kemanusiaan yang universal ketimbang aspek
agama.
2. Tata artistik yang mampu memikat penonton serta pemilihan kostun dan tempat
untuk setiap adegan film begitu pas dengan keadaan negara pada masa tahun
40-an.
§ Penutup
Secara keseluruhan
film bagus, tapi yang lebih menonjol ialah pada tata artistik dan musiknya
disajikan dengan sangat bagus. Pemilihan kostum dan pemilihan tempat sangat pas
dengan latar belakang tahun 40-an, ditambah lagi dengan suasana Nasionalis pada
masa itu.
Resensi
Cerpen Cinta adalah Kesunyian
§ Identitas
cerpen
1. Judul Cerpen: Cinta adalah Kesunyian
2. Nama Pengarang: Gabriel Garcia Marquez
3. Penerbit: Pusaka Sastra LKiS Yogyakarta
4. Tebal Buku: 164 halaman
5. Cerpen yang diresensikan, halaman 75-83
6. Cetakan: ke-IV, Juli 2009
7. Penerjemah: Anton Kurnia
§ Pendahuluan
Gabriel Garcia Marquez dilahirkan di
Aracataca, Kolombia, 1928. Ia adalah peraih Hadiah Nobel Sastra 1982. Anak
seorang operator telegraf itu penah belajar ilmu hokum di Universitas Nasiaonal
Kolombia, namun tak selesai. Lalu ia bekerja sebagai wartawan dan kontributor
untuk sejumlah kantor berita di beberapa negara Amerika Latin, Eropa dan New
York. Di kemudian hari ia menjadi redaktor harian berpengaruh yang terbit di
Bogota, El Espectador. Marquez dikenal dunia sebagai pengibar realisme magis
dalam novel-novelnya, Al Coronet No Tiene Quien Ie Escriba – Tak Seorang Pun
Menulis pada Seorang Kolonel (1961). Los Funerales General en Su Labrinto –
Sang Jendral pada Labirinnya (1989). Ia juga menerbitkan sejumlah buku
nonfiksi.
§ Isi
Florentino Ariza yang digambarkan
sebagai lelaki dewasa selalu melamunkan dan membayangkan pujaan hatinya Fermina
Daza. Florentino selalu membayangkan sang pujaan hati selama hidupnya tanpa mau
menjalani kehidupannya yang sekarang menjadikannya terpuruk oleh perasaan
cinta, hingga dirinya hidup di dalam kesunyian. Hingga suatu kali dalam
perjalanannya dia bertemu dengan seorang wanita, sebuah cinta ia dapatkan namun
sayang cinta itu hanya sekejap dan menghilang begitu saja. Dia (Florentino
Ariza) pun kembali terpuruk dan mulai membayangkan sang pujaan hati hingga yang
tertinggal hanyalah kensunyian.
§ Analisis
Unsur Intrinsik
1. Tema: Cinta dan Kesunyian
2. Setting: perjalanan di sungai dengan menggunakan kapal
3. Alur: maju dan mundur
4. Tokoh: Florenzino Ariza, Kapten Kapal, Duta Besar Inggris dan Wanita
misterius
5. Perwatakan:
Florenzio Ariza: orang
yang tenang dan tidak gegabah.
Kapten Kapal: orang
yang tegas dan melaksanakan tugasnya.
Duta Besar Inggris:
orang yang kurang arif dan semaunya.
Wanita misrerius:
orang yang misteri dan tak pernah memikir panjang.
1. Sudut Pandang: pengarang sebagai orang ketiga yang banyak tahu.
2. Amanat: “cinta dengan nafsu sesaat hanya membuat kenikmatan sesaat dan
mengakibatkan keterburukan sendiri”
§ Analisis
Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Moral : Cinta itu bukan nafsu sesaat kenikmatan dunia, hal
seperti ini hanya membuat seseorang terjun dalam keterpurukannya, penyesalan
dan kehilangan harga dirinya.
2. Nilai Sosial : Jabatan setinggi apapun sepatutnya tetap menghargai
sesama dan makhluk hidup lainnya. Serta, alangkah baiknya seseorang
berinteraksi telah saling mengenali satu-sama lain.
3. Nilai Budaya : Kebiasaan masa orang Eropa dengan sistem kenegaraannya.
Dalam cerpen ini sangat menggambarkan suasana zaman peperangan di negara itu
dan adat tunduk serta hormat pada seorang Duta Besar.
§ Kekurangan
& Kelebihan
Kekurangan
Cerita ini memang menggambarkan abad dua
puluhan yang kemungkinan besar banyak pembaca sulit membayangkan masa itu. Dan
mungkin tak sedikit pembaca akan berhenti di lembar kedua, karena di masa kini
sulit untuk memahami bacaan yang tinggi kebahasaannya.
kelebihan
Dalam cerpen ini, pengarang
menitikberatkan gambaran dan bahasa sastra lama, kebahasaan yang sangat dijiwai
pengarang membuat para pembaca kagum. Dan membuat para pembaca lebih
terinpirasi. Terutama pada diakhir-akhir alinea, mulai terlihat ciri pengarang
yang menggambarkan cerita dapat berakhir dengan hal apapun, tak harus sedih
atau pun senang.
§ Penutup
Cerpen ini merupakan bacaan yang menarik
bagi semua usia baik tua maupun muda. Melalui cerpen ini pengarang
menitikberatkan inti cerita pada arti cinta dan kesunyian, hingga membuat
pembaca tertarik untuk menyelesaikan jalan cerita yang menggunakan bahasa
sastra lama. Meskipun pada tokoh yang menjadi pujaan hati Florentino Ariza
yaitu Fermina Daza tidak banyak diceritakan secara gamblang pada cerpen ini.
Hal itu, tidak mengurangi keapikan cerpen ini.